Watching the English: Tata Krama, Kebiasaan dan Karakter Orang Inggris

Buku Watching the English hasil karya Kate Fox, seorang antropolog dan penulis, menarik dibaca. Ia melakukan banyak riset dan observasi yang kemudian ditulisnya dengan gaya pendekatan non-akademis yang menghibur tapi memberi banyak pengetahuan dan pemahaman. Saya merangkum beberapa hal yang saya anggap menarik dan pernah saya alami sendiri seputar tata krama dan kebiasaan, terutama hal-hal yang relevan bagi mereka yang akan merantau ke Inggris. Setelah itu saya membuat ringkasan tentang karakter orang Inggris berdasarkan apa yang oleh Kate Fox disebut dengan istilah Englishness. 

1. Class Consciousness

Salah satu karakteristik yang menonjol dari masyarakat Inggris adalah bahwa mereka sangat class-conscious walaupun sebenarnya penilaian tentang kelas sosial seseorang tidak ada hubungannya dengan kekayaan atau pekerjaan. Yang berperan justru adalah faktor-faktor seperti tutur kata, tingkah laku, selera pakaian, hewan peliharaan, buku bacaan, hobi, dll. Dari semua faktor itu, kode linguistik dalam bentuk tutur kata adalah indikator kelas yang paling utama dan paling diperhatikan. Orang Inggris itu seperti punya ‘radar penentu kelas’ 🙂 Orang yang bertutur kata dengan menggunakan pilihan kata ala upper class akan dianggap kelas atas meskipun ia hanya kerja serabutan atau bahkan pengangguran. Sebaliknya, taipan bisnis yang asetnya puluhan juta Poundsterling akan tetap dianggap kelas pekerja jika ia menggunakan bahasa kelas pekerja.

2. Rujukan British English

Ada banyak varian akses British English yang membuat kita kadang bingung sendiri mesti mengikuti pengucapan yang gimana sih yang benar? Bahasa Inggris yang digunakan di BBC English bisa dipakai jadi rujukan karena versi BBC English dianggap sebagai educated speech. Bahkan anggota keluarga kerajaan Inggris, termasuk Queen Elisabeth II, sekarang juga merujuk kepada BBC English, paling tidak jika mereka harus tampil di depan publik. Kalau di belakang publik, mungkin ya mereka kembali ke tutur bahasa upper class, karena katanya cara mereka mengucapkan kata-kata ala upper class itu beda lhoooo 🙂 Khusus di London, karena kota ini sudah jadi melting pot orang dengan berbagai latar belakang budaya, muncul dialek hibrid yang dikenal dengan sebutan Multicultural London English (MLE). Varian MLE juga sudah muncul di beberapa kota lain seperti Birmingham dan Manchester. Salah satu ciri MLE ini, mau apapun jenis kalimatnya, pasti selalu diakhiri dengan question taginnit‘ (kependekan dari isn’t it tapi lalu dipakai juga untuk don’t we, arent’t they, can’t I, dll). Contohnya: “We need to talk about what to do tomorrow innit.” (don’t we?)

3. Memperkenalkan Diri

Bertahun-tahun belajar bahasa Inggris, seingat saya kita selalu diajarkan cara memperkenalkan diri dengan menyebut nama. Iya, kan? Ternyata oh ternyata, saat di Inggris saya baru ngeh tentang no-name rule. Beda banget dengan gaya perkenalan di text-book misalnya, “Hello, I’m Jane”, jangan harap orang Inggris langsung menyebut nama saat bersalaman, kecuali kalau dia adalah petugas customer service atau dalam lingkup lingkungan kerja/profesional. Buat mereka, nama adalah sesuatu yang private. Mereka tidak merasa perlu tahu nama kita, dan tidak merasa ingin memberi tahu nama mereka kepada orang yang baru mereka kenal kecuali jika hubungannya sudah sampai level tertentu. Level ‘tertentu’ inipun definisinya tidak jelas berapa lama, sampai seperti apa bentuk hubungannya? Intinya sih, saat bertemu orang Inggris di sebuah acara, cukup bilang Hi, Hello, atau memakai basa basi cuaca. Kalaupun kita akhirnya bisa nyaman mengobrol dengan seseorang di sebuah acara, maka pertanyaan tentang nama biasanya diajukan saat pamit, dan itu juga dilakukan dengan cara tersamar misalnya seperti pura-pura lupa, “Goodbye, pleased to meet you, I’m sorry I didn’t quite catch your name?” Jika seseorang sudah menyebutkan namanya, barulah kita menyebutkan nama kita juga, misalnya, “I’m Jane, by the way.”

4. Basa Basi Cuaca

Topik tentang cuaca lazim dipilih orang Inggris sebagai topik untuk berbasa basi. Sebenarnya, basa basi tentang cuaca ini adalah cara yang mereka pilih sebagai ‘kode’ untuk saling menyapa yang kemudian bisa meningkat menjadi obrolan ice breaker. Jadi, alih-alih mengucapkan hello atau how do you do (yang menurut survey dianggap sudah old-fashioned), mereka mengucapkan “Nice day, isn’t it?” atau “Isn’t it cold?”  dan lain sebagainya. Bentuk basa basi cuaca selalu dalam kalimat tanya. Ada semacam aturan tidak tertulis yang disebut reciprocity rule. Berdasarkan aturan itu, tata krama dalam basa basi cuaca ini adalah saling merespon. Aturan berikutnya adalah agreement rule. Dalam merespon, kita diharapkan untuk selalu ‘setuju’. Misalnya jika seseorang berkata, “Isn’t it hot?” Maka balasan yang sesuai dengan tata krama adalah “Yes, it is.” atau “Yes, very hot.” Merespon dengan terang-terangan menyatakan tidak setuju, misalnya “Well, it feels cold to me”  atau “It’s nothing compared to Indonesia” akan dianggap sebagai pelanggaran tata krama yang serius.

5. Cara Membalas Pujian

“You look nice in that dress!”  Saat kita mendapat pujian, apakah kita cukup mengucapkan terima kasih? Ternyata tidak sesederhana ituuuu karena menurut adat orang Inggris, menerima pujian begitu saja sama dengan menyombongkan diri. Kalau kita dipuji, ingatlah akan counter-compliment rule. Berdasarkan aturan ini, kita membalas pujian dengan cara membuat pernyataan yang bertolak belakang dengan pujian (biasanya dengan merendahkan diri), lalu membalas memuji. Cara membalas pujian di atas misalnya, “Well, this dress is actually a bit too long for me, I wish I had a tall slim figure like you.” Gara-gara tata krama ini, jadinya saya harus kreatif juga memikirkan cara membalas pujian karena pertama, harus memikirkan kalimat merendah dulu, lalu kalimat balas memuji.

6. Sorry, Please, Thank You

Ingatlah untuk selalu mengucapkan maaf, tolong dan terima kasih karena ini menunjukkan courtesy (sopan santun) yang sangat dibanggakan orang Inggris. Menurut survey, orang Inggris mengucapkan kata thank you sebanyak rata-rata 13 kali per hari. 70% penumpang kendaraan umum di London selalu mengucapkan please dan thank you saat membeli tiket, sementara di Tokyo 50%, Hamburg 30% dan di New York hanya 10% saja. Di berbagai situasi, bahkan situasi yang tidak enakpun mereka selalu berusaha sopan, misalnya: “I’m terribly sorry but you seem to be standing on my foot.”

7. Jadi Penumpang Kendaraan Umum

Saat naik kendaraan umum seperti kereta atau bus ada tata kramanya juga. Yang pasti, melakukan kontak mata dengan orang yang tidak dikenal dianggap tidak sopan. Istilah mind one’s own business diterapkan banget. Jadi sesama penumpang memang harus diam-diaman atau cuek-cuekan saja. Kalau kita berinteraksi dan membuka percakapan dengan penumpang lain yang tidak kita kenal, kita akan dianggap aneh banget. Ini mungkin sebabnya kenapa di tube (kereta bawah tanah) banyak orang baca koran, buku, Kindle atau sibuk dengan gawai. Tapi ini bukan berarti kita harus diam saja apapun yang terjadi. Ada pengecualian misalnya wajar mengucapkan excuse me atau sorry saat tidak sengaja menyenggol orang lain. Situasi pengecualian lain misalnya saat seseorang tidak sadar menjatuhkan sesuatu dari kantung atau tasnya, maka kita bisa memberitahunya. Mengobrol dengan suara keras di kendaraan umum juga dianggap kurang sopan, baik mengobrol dengan teman/keluarga kita atau mengobrol di telepon.

8. Mengantre

Menyelak antrean adalah dosa besar dalam tata krama orang Inggris. Untuk urusan mengantre, orang Inggris tertib banget, deh. Kadang-kadang walaupun tidak ada garis antrean khusus, mereka langsung tertib membuat baris antrian. Kutipan tentang antrean ini lucu banget, “During the London riots in August 2011, I witnessed looters forming an orderly queue to squeeze, one at a time, through the smashed window of a shop they were looting.” Menjarah juga antreeee 🙂

9. Pamer Belanjaan Barang Diskonan

Sama seperti di kebanyakan budaya, memamerkan kekayaan juga dianggap sebagai dosa besar dan topik pembicaraan yang berhubungan dengan uang misalnya tentang gaji, biaya liburan, harga barang, dll tabu dibicarakan. Tapi lucunya, menyombongkan diri karena berhasil membeli barang dengan harga diskon adalah hal yang biasa. Jadi pamer barang yang berhasil kita beli dengan harga lebih murah atau karena lagi diskon dianggap wajar karena itu menunjukkan kemampuan kita untuk jadi konsumen yang pintar. Sering banget saya mendengarkan obrolan ibu-ibu sesama orang tua murid yang dengan mata berbinar-binar bercerita ia baru saja membeli barang setengah harga. Barangnya macam-macam, mulai dari mainan, pakaian, peralatan dapur, sampai kertas bungkus kado yang diskon 50% :))

10. Di Meja Makan

Tata krama makan orang Inggris banyak kesamaannya dengan tata krama makan yang diajarkan orang tua saya (dan kemungkinan juga sebagian besar orang tua di Indonesia). Saat makan bersama, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Jangan mulai makan duluan sampai semua orang di meja mendapat makanan. Jangan berbicara dengan mulut penuh ( karena itulah orang Inggris menyuap dengan potongan kecil-kecil biasanya), kalau hanya tinggal satu potong makanan kita harus menawarkan dulu barangkali ada orang yang mau (jadi jangan asal ambil), saat mengambil makanan ambil dengan mempertimbangkan jumlah orang yang ada, jangan sampai ada yang tidak kebagian.

11. Makan di Restoran

Saat makan di restoran, kita diharapkan untuk sopan kepada pramusaji. Jangan pernah menjentikkan jari untuk memanggil pramusaji. Cara yang lazim diterima adalah mencoba untuk membuat kontak mata dan lalu mengisyaratkan bahwa kita perlu bantuan. Mengangkat tangan juga masih dianggap sopan, atau mengucapkan ‘excuse me‘ jika kebetulan pramusaji ada di dekat kita. Teriak ‘excuse me‘ saat misalnya pramusajinya ada di seberang ruangan juga dianggap kasar.

Saat makan bersama di restoran dan membayar patungan, jadi orang yang ‘perhitungan’ banget akan dianggap aneh, misalnya menagih kembalian makanan kita. Orang Inggris tidak suka ribut-ribut soal uang di depan umum.

12. Sarapan, Makan Siang, Makan Malam

English breakfast, sarapan tradisional ala Inggris, jauh dari kata praktis. English breakfast biasanya terdiri dari roti bakar, marmalade, telur, bacon, sosis, tomat, jamur, dan masih bisa lebih banyak lagi. Makan satu porsi komplet kenyang banget. Buat yang enggak biasa makan banyak di pagi hari pasti kaget saking kompletnya. Tapi ini sarapan tradisional, ya. Sehari-harinya sudah banyak yang menerapkan sarapan minimalis, enggak sekomplet yang tradisional.

Makan siang biasanya jauh lebih sederhana daripada sarapan. Kebanyakan orang makan sandwich atau makanan siap saji lainnya yang praktis. Ada perbedaan penggunaan istilah lunch di masyarakat Inggris. Masyarakat kelas pekerja menyebut makan siang dinner, sementara kelas menengah ke atas menyebutnya lunch. Awalnya saya sempat bingung karena di sekolah anak saya yang tentunya adalah public school (tempat anak-anak kelas pekerja karena kalau anak-anak kelas menengah pasti ke private school), mereka pakai istilah school dinner. Lho dinner tapi kok siang? Ternyata penjelasannya begitulah seperti yang saya sebut di atas.

Lalu ada beberapa istilah yang dipakai untuk merujuk kepada makan malam. Kelas pekerja biasa menggunakan kata tea. Kelas lower-middle atau middle-middle menggunakan kata dinner sementara kelas upper-middle atau middle menggunakan kata supper. Upper-middle atau middle class menggunakan kata dinner hanya jika makan malamnya adalah makan malam formal. Duh, kompleks yah hanya buat istilah makan malam 🙂

13. Minum Teh

Orang Inggris suka sekali minum teh. Di sekitar jam 4 sore mereka melakukan kegiatan yang disebut tea, yaitu minum teh sambil makan makanan ringan seperti cakes, scones, jam, biscuits atau sandwich. Kelas pekerja menyebut kegiatan ini afternoon tea, untuk membedakannya dengan tea yang bagi mereka merujuk kepada makan malam (lagi-lagi  perbedaan bahasa yang digunakan sesuai kelas sosial, he..he..). Jadi saat dapat undangan, “Would you like to come for a tea?”, jangan lupa tanya jam berapa. Kalau jam empat sore, artinya kita akan minum teh dan makanan ringan, sementara kalau antara jam enam sampai jam tujuh, artinya kita akan makan malam.

Buat orang Inggris, teh sudah jadi semacam minuman ajaib. Di situasi yang canggung atau sulit, membuat teh adalah cara pengalihan perhatian yang paling sering digunakan. Mereka lazim mengatakan “Who’d like some tea? I’ll put the kettle on.” Sebesar apapun kesulitan hidup, secangkir teh hangat adalah jalan keluarnya 🙂 Begitu prinsip mereka.

Karakter Orang Inggris Versi Kate Fox

Lewat risetnya, Kate Fox bermaksud mendefinisikan ‘Englishness’ dan dari obeservasinya ia mengambil kesimpulan bahwa pada intinya orang Inggris memiliki social dis-ease alias tidak bisa santai dalam bersosialisasi. Hal ini menyebabkan mereka jadi sering canggung dan tidak bisa berinteraksi tanpa tedeng aling-aling. Saat mereka tidak nyaman dalam berbagai situasi sosial, mereka cenderung jadi sopan berlebihan, defensif, mengambil jarak atau malah jadi destruktif (English hooliganism adalah salah satu contohnya). Dengan social dis-ease sebagai core (inti), Kate Fox lalu menjabarkan Englishness melalui tiga kategori yaitu reflexes (hal-hal yang secara refleks dilakukan), values (nilai/norma), dan outlooks (cara pandang).

Reflexes

Orang Inggris umumnya melakukan tiga hal ini secara refleks. Jadi inilah yang disebut juga sebagai default-mode-nya orang Inggris 🙂

  1. Humour (berguyon). Orang Inggris refleks melempar guyonan, sama seperti mereka refleks bilang ‘sorry‘. Bentuk guyonan bisa macam-macam mulai dari hanya godaan, ejekan sampai sarkasme, satir, dll. Guyonan juga jadi cara mengekspresikan rasa sayang untuk mengeratkan hubungan. Percakapan sering sekali melibatkan guyonan dan selalu kontekstual. Misalnya ungkapan ‘not bad’ artinya outstandingly brilliant, not very friendly artinya very cruel dan masih banyak lagi.
  2. Moderation (suka yang sedang-sedang saja). Mereka selalu secara refleks menghindari segala sesuatu yang ekstrem, intens atau berlebihan. Berbagai ungkapan yang lazim mereka gunakan sebetulnya merefleksikan hal ini misalnya: don’t rock the boat!, don’t overdo it, as long as they don’t bother us, dll
  3. Hypocrisy (berpura-pura). Menurut pengamatan Kate Fox, orang Inggris sering berpura-pura dalam menanggapi sesuatu. Ucapan please, thank you, nice, lovely yang diiringi dengan senyum atau anggukan kepala tidak selalu berarti mereka bersungguh-sungguh. Menurut Fox, kepura-puraan ini terjadi karena social dis-ease yang membuat mereka selalu berhati-hati, tidak to-the-point, pasif-agresif, dan sulit bersungguh-sungguh dalam berpendapat. Mereka lebih suka sopan namun sesungguhnya tidak jujur.

Values

Ada tiga nilai utama yang dijunjung orang Inggris dalam kehidupan sehari-hari mereka yaitu fair play (main adil)courtesy (tata krama/sopan santun) dan modesty (kesederhanaan).

Outlooks

Tiga cara pandang utama orang Inggris:

  1. Empiricism. Semua harus berdasarkan pengalaman empiris. Orang Inggris adalah orang yang pragmatis, suka segala sesuatu yang berdasarkan fakta dan simpel. Banyak sekali ungkapan yang merefleksikan cara pandang ini misalnya ungkapan as a matter of fact, at the end of the day, I’ll believe it when I see it, dll.
  2. Eeyorishness. Kalau pernah baca atau nonton Winnie the Pooh pasti kenal karakter Eeyore si keledai yang gloomy dan pesimistis, kan? Kate Fox menggunakan eeyorishness untuk menggambarkan cara pandang orang Inggris yang gloomy, sering berkeluh kesah tapi cenderung menghindari konfrontasi langsung dengan sumber masalah.
  3. Class-consciousness. Orang Inggris memandang segala sesuatu berdasarkan kelas. Jadi mereka memang sadar kelas banget. Meskipun kelas sosial tidak ada hubungannya dengan kekayaan atau pekerjaan, namun pandangan tentang kelas ini kuat sekali berakar di masyarakat Inggris.

Setelah tiga tahun lebih bermukim di London, menurut saya kesimpulan yang dibuat Kate Fox 99% betul dan sesuai dengan kenyataan 🙂 Sekarangpun kami sekeluarga sudah ketularan, ga peduli salah atau betul, sedikit-sedikit bilang sorry duluan 🙂 Kami juga sudah enggak mengartikan mentah-mentah apa yang diucapkan orang Inggris karena bisa banget ngomong A tapi artinya B :)) Lama kelamaanpun kami jadi lebih paham dengan guyonan mereka yang (kadang) kalau sarkas atau satir-pun sudah bisa kami balas sedikit-sedikit. Kalau awal-awal dulu biasanya bengong aja, dan menganggap semua baik-baik saja toh mereka tersenyum atau tertawa. Nah, kalau sekarang kami sudah lebih bisa reading  between the lines, sebuah keterampilan maha penting dalam bersosialisasi dengan orang Inggris :))

“When the English say ‘Oh really? How interesting!’ they might well mean ‘I don’t believe a word of it, you lying toad’. Or they might not. They might just mean ‘I’m bored and not really listening but trying to be polite’. Or they might be genuinely surprised and truly interested. You’ll never know.” -Kate Fox-

 

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑